Menghindari Hidup Yang Hambar
Tuhan Yesus membuat persoalan di atas tuntas dan jelas. Tidak ada gobatan Theologis atau kompromi dalam bentuk apapun agar kegaraman yang telah tawar dapat dikembalikan. Orang percaya memiliki misi di dalam dunia. Mereka tidak sekedar hadir dalam wujud, tetapi menjadi pengawet bumi ini bagaikan nelayan yang memerlukan garam untuk ikan - ikan mereka. Yesus mendeklarasikan murid - murid Nya adalah bahan yang masuk ke dalam hidup orang banyak. Tugas mereka adalah bagaimana mereka dapat menyaring pemikiran, budaya, ras kekayaan dan kepentingan generasi mereka.
Bila orang - orang percaya kehilangan garam dunia dengan apakah dunia ini digarami lagi? Bila Petrus terus menerus tetap menjadi penakut dan selalu menyangkal Yesus dan bila Yohannes selalu ingin meminta api membakar kampung mereka - mereka yang tidak mendengarkan khotbah mereka, Bila Tomas senantiasa ragu-ragu, bila mereka seperti Yudas yang lebih memerlukan keping perak daripada Yesus, bila mereka semua telah jatuh ke dalam kelemahan maka dunia ini telah lama hancur secara moral. Peradaban zaman itu yang keropos secara moral tidak akan pernah diperbaiki, tetapi kita bersyukur atas “garam abad pertama" tadi, rasa mereka tidak hambar sehingga hasilnya adalah keKristenan yang mempengaruhi peradaban manusia.
Bayangkan bila murid - murid pertama tadi menjadi garam yang hambar maka mereka pada hakekatnya tidak berguna lagi selain dibuang dan diinjak orang. Contohnya Yudas, ia dipilih sebagai “garam”, tetapi ia mengobah kesempatan Illahi dan kepercayaan yang tinggi kepada maksud - maksud yang jahat. Dia mengubah garam menjadi racun, dia memperdagangkan satu dari 12 mahkota untuk satu pokok kayu tempat menggantung diri.
Yesus sungguh - sungguh menempatkan beban kepercayaan untuk menjadi garam dunia ini di atas bahu murid - murid. Sebagai orang Galilea, mereka memiliki kesempatan yang sederhana untuk menjadi “nelayan”, “pemungut cukai” atau “mekanik”, namun akhirnya mereka adalah sesuatu yang khusus. Allah sendiri telah memilih mereka menjadi orang kepercayaan, sebagai bendaharawan dan ternyata mereka benar - benar menjaga kepercayaan ini dengan baik sehingga keKristenan yang kita kenal sekarang adalah hasil Kerja nyata murid - murid abad pertama ini.
Sebagai orang Kristen kita adalah garam dunia. Garam|dalam segala bentuk kehidupan baik dalam: politik, ekonomi, sosial, dan budaya.. Kita harus menjaga “rasa garam” dengan baik. Garam masuk ke dalam benda yang diawetkan atau makanan yang disedapkan bukan sebaliknya. Apa maknanya ini? Nats ini memberi pelajaran bagi kita bahwa: tidak ada yang lebih buruk.untuk satu bangsa atau satu individu daripada agama yang degradasi atau yang tersingkirkan, agama yang kehilangan rasa garamannya tidak akan menghasilkan apa-apa bahkan dikuatirkan akan menjadi racun yang berbahaya untuk kesehatan. Agama yang hambar telah menyebarkan kebencian dan perang di dalam sejarah manusia. la telah menyedot darah orang syahid, ia telah memalsukan nama agama. Agama yang hambar akan memperbudak manusia sementara menjanjikan mereka hidup yang baik. la akan menggantikan: “Kebenaran Allah dengan dusta “ (Roma 1:25).
Seringkali rasa garam itu hilang di dalam kesombongan pendapat (The pride of opinion), kesetiaan partai, sekterianisme, kefanatikan dalam memegang pendirian (bigotry), sehingga prinsip keKristenan telah menjadi hambar sama sekali. Bagaimana kita . menguji “rasa kegaraman kita?” Garam bila masih murni, akan sangat baik kepada sesuatu yang lain. Jawabannya memang sesederhana itu. Tanpa garam dunia ini akan mati. Kita memang tidak mempersiapkan meja makan dengannya, juga tidak mempersiapkan sajian yang ada kandungan garam, namun apabila garam tidak ada di dalam jamuan makan makagaram menjadi barang pertama yang hilang. Karena misinya adalah membuat yang enak, membuat sajian menjadi enak bahkan semakin enak.
Belum ada Komentar untuk "Menghindari Hidup Yang Hambar"
Posting Komentar